Fan page


Breaking News

Minggu, 19 Juni 2016

manajemen pembiayaan bank syariah

NAMA=AGUNG SAPUTRA NUGRAHA
NPM=141257010
KELAS=A



A.  Soal Penjelasan
1.      Mengapa kita perlu mengidentifikasi kebutuhan nasabah ketika pengajuan pembiayaan ke Bank Syariah?

2.      Apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam menerima agunan kebendaan dan agunan non kebendaan?

B.  Soal Analisa
Anda baru saja bergabung dengan Bank Maju Syariah. Setelah 2 bulan, tepatnya di awal Juni 2016, Anda baru saja menerima satu berkas lengkap permohonan pembiayaan berikut laporan survey dan salah seorang di bagian support pembiayaan Bank Maju Syariah.
Calon debitur Anda adalah Bapak Yanto (40 tahun), seorang Karyawan Swasta di salah satu perusahaan di Lampung Tengah. Istri Pak Yanto adalah Ibu Anggraini, pemilik Warung Bakso “Karunia” yang kebetulan berlokasi di dekat kantor Pak Yanto. Pak Yanto sudah bekerja 15 tahun dan akan pensiun di usia 55 tahun atau 15 tahun lagi. Setelah pensiun, rencananya Pak Yanto akan berkonsentrasi di pengembangan usaha Warung Bakso “Karunia” dan membuka satu cabang lagi di salah satu lokasi yang cukup ramai dengan perkantoran.

·      Data Usaha dan Hasil Interview :
1.    Penghasilan Bapak Yanto sebesar Rp 2.000.000/bulan. Untuk kebutuhan sehari-hari sudah terpenuhi dari penghasilan Bapak Yanto.
2.    Bapak Yanto memiliki Deposito di Bank Maju Syariah sebesar Rp 50.000.000. Uang tersebut di depositokan dalam jangka waktu 5 tahun.
3.    Omzet penjualan atas usaha Ibu Anggraini Rp 600.000/hari.
4.    Ibu Anggraini hanya berjualan dari hari senin – sabtu. Pada hari minggu, beliau libur.
5.    Gaji karyawan @Rp 700.000/bulan. Dengan jumlah 2 orang karyawan.
·      Pengeluaran lain:
1.    Sewa tempat usaha Rp 12.000.000/tahun.
2.    Listrik Rp 500.000/bulan.
3.    Transportasi Rp 300.000/bulan.
4.    Telepon/pulsa Rp 200.000/bulan.
·      Tagihan cicilan motor di Bank Aman sebesar Rp 500.000/bulan.
·      Harta yang dimiliki (salah satunya akan diagunkan) :
1.    Bapak Yanto memiliki Mobil baru tipe sedan keluaran china yang digunakan untuk keperluan pribadi dengan taksiran harga pasar adalah Rp 150.000.000.
2.    Ibu Anggraini memiliki sebidang tanah berukuran 2500M2 berlokasi di persawahan Lampung Selatan. Harga pasar adalah Rp 400.000/m2.
·      Bapak Yanto bermaksud untuk membeli Rumah di Kota Metro, senilai Rp 130.000.000. Oleh karena itu, beliau mengajukan pembiayaan di Bank Maju Syariah.

Tugas Anda :
1.    Jenis pembiayaan dengan akad apakah yang Anda rekomendasikan bagi debitur? Jelaskan alasannya, termasuk keunggulan akad tersebut dibandingkan dengan kredit di Bank Konvensional.
2.    Berikan penilaian kelayakan usaha calon debitur dan menganalisa resiko apa saja yang dihadapi sehubungan dengan pembiayaan ini.
3.    Jika debitur mengagunkan Mobilnya, dan berharap mendapatkan limit semaksimal mungkin. Jadi, Berapakah nilai limit pembiayaan tersebut? (Dengan catatan kebijakan di Bank Anda menggunakan bobot penilaian terendah untuk menilai agunan).
4.    Jika margin yang diharapkan oleh pihak Bank Maju Syariah adalah sebesar Rp 20.000.000. Maka, Berapakah total angsuran yang harus dibayarkan oleh debitur jika memilih jangka waktu 12 bulan, 18 bulan dan 24 bulan?
5.    Dari ketiga pilihan jangka waktu tersebut, yang manakah yang Anda rekomendasikan untuk debitur? Jelaskan alasannya?

jawab
 Soal Penjelasan
1. Ketika nasabah mengajukan pembiayaan ke bank,maka bank dapat menilai dan menetapkan jenis kebutuhan apa saja yang dibutuhkan oleh nasabah yang mangajukan pembiayaan. Baik pembiayaan produktif dan konsumrif. Agar nasabah dapat menentukan akad pembiayaan yang paling tepat untuk kebutuhan nasabah.
2.        Hal yang perlu diperhatikan dalam menerima agunan kebendaan:
A.  keabsahan kepemilikan dan dokumen-dokumen kepemilikan
B.  agunan, antara lain terkait dengan lokasi agunan, kondisi fisik dan jenis agunan.
C.  Agunan yang dijaminkan tidak sedang dalam sengketa maupun gugatan dari pihak lain.
D. Memastikan peringkat jaminan yang diperoleh, sehingga memperkecil risiko dalam pelaksanaan eksekusi nantinya.
E.  Kemudahan untuk dilaksanakan pengikatan.
D. Penutupan asuransi, mencakup kecukupan nilai agunan dan bonafiditas perusahaan asuransinya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menerima agunan non kebendaan:
A. Karakter dari pembeli jaminan, dalam hal corporate quarantee karakter dari pengurus dari pengurus atau pemilik perusahaan.
B. Legalitas pemberi jaminan perorangan meliputi kecakapan dan kewenangan bertindak dalam menerbitkan jaminan perorangan.
C.  Kemampuan material pemberi jaminan perorangan/perusahaan.
D. Diminta kepada pemberi jaminan untuk melepas hak istimewanya yaitu hak istimewa yang dimiliki pemberi jaminan untuk meminta agar barang-barang nasabah yang dijamin dilelang terlebih dahulu sebelum yang bersangkutan memenuhi kewajibannya membayar jaminan. Dengan dilepaskannya hak istimewa dimaksud, maka dapat langsung menagih kepada pemberi jaminan apabila terjamin cidera janji tanpa harus melelang terlebih dahulu harta nasabah.

1.       Rekomendasikan
Jenis pembiayaan yang akan saya rekomendasikan kepada calon debitur adalah akad murabahah. karena keluarga bapak yanto (40) ingin membeli rumah di rumah di Kota Metro seharga Rp 130.000.000. Kemudian bank menyepakati pembiayaan tersebut dengan memberitahukan kepada calon debitur harga perolehan serta keuntungan atau margin yang akan diperoleh bank, yakni sebesar Rp 20.000.000. Margin tersebut dapat dinegoisasi antara bank dengan calon debitur. Selain itu, dalam akad murabahah, jaminan tersebut digunakan karena sifat dari pembiayaan murabahah merupakan jual beli yang pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, sehingga memungkinkan diperlukannya adanya jaminan sebagai penjamin dari pembiayaan yang telah diberikan oleh bank.
-          perbedaan antara murabahah dan kredit konvensional
A  prinsip dasar yang dipakai murabahah adalah akad jual beli sedangkan prinsip dasar yang dipakai oleh kredit konvesional adalah pinjam meminjam.
B dalam praktek murabahah hubungannya adalah penjual dan pembeli sedangkan dalam kredit adalah kreditur dan debitur.

2. Penilaian usaha inu anggraini
Usaha Warung Bakso “Karunia” yang didirakan oleh Ibu Anggraini selaku istri bapak yanto(40) mendapat nilai positif, karena usaha yang dijalankan cukup lancar dan beromzet tinggi. Selain itu banyak peminat  bakso dari berbagai daerah. Sehingga omset tersebut dapat digunakan untuk membayar angsuran kepada Bank Maju Syariah. Bahkan karena memperoleh omset yang cukup besar, rencananya Bapak Yanto akan mendirikan atau mengembangkan usaha Warung Baksonya setelah pensiun nanti di salah satu lokasi yang cukup ramai dengan perkantoran. Pemilihan lokasi atau tempat usaha yang tepat dapat menentukan layak/tidaknya usaha tersebut dijalankan. Dan apabila lokasi yang dipilih sangat strategis, maka akan meningkatkan omset atau pendapatan yang diperoleh.

Analisis Resiko
     
     No
             Jenis
  Tingkat Risiko 
                   Penjelasan
      1
  Substitusi Product
         Tinggi
   Semakin banyak yang berjualan bakso sehingga akan menimbulkan tingkat persaingan yang sangat tinggi dari segi rasa,harga dan kualitas baksonya.
      2
       Entry Barrier 
         Tinggi
  Tidak ada hambatan siapapun untuk membuka usaha bakso dan tidak ada persyaratan tertentu untuk usaha ini.
      3
      Buyer’s Power
        Rendah
   Semakin banyak pembeli atau peminat dari usaha tersebut, maka tingkat kerugian yang ditimbukan semakin rendah, karena bakso tersebut habis terjual.
      4
     Supplier Power          
        Rendah
   Penyedia barang (pemasok) banyak dan mudah ditemukan. biasanya dilakukan penyetokan yang cukup banyak sehingga dapat memenuhi kebutuhan. 
       5
     Industry Rivalry
        Tinggi  
  Banyak orang yang membuka usaha Bakso, sehingga tingkat persaingan pun semakin tinggi.



3. Kriteria Agunan (Mobil) :
a.    Baru          : 80%
b.    Sedan       : 80%
c.    China        : 30%         Kriteria (bobot) Terendah
d.   Pribadi      : 80%        
maka bobot penilaian terendah untuk agunan yang dikelurkan oleh pihak bank adalah 30% 30% x150.000.000= Rp 45.000.000

4   - Margin yang diharapkan oleh pihak Bank Maju Syariah sebesar Rp 20.000.000
- Harga rumah sebesar Rp 130.000.000
- Jangka waktu selama 12 bulan, 18 bulan dan 24 bulan
a.    Jangka waktu 12 bulan
  Rp 20.000.000 + Rp 130.000.000 =  Rp 12.500.000/bulan(12 bulan)
  12
b.   Jangka waktu 18 bulan
  Rp 20.000.000 + Rp 130.000.000= Rp 8.333.333,33/bulan(18 bulan)
   18
c.    Jangka waktu 24 bulan
  Rp 20.000.000 + Rp 130.000.000= Rp 6.250.000/bulan(24 bulan)
                          24
 
5.        Diketahui:
-           Omset penjualan atas usaha dari Ibu Anggraini sebesar Rp 600.000/hari. Dimana Ibu Anggraini hanya berjualan dari hari senin-sabtu, jadi 
(26 x Rp600.000) = Rp 15.600.000/bulan
-           Pengeluaran
1.    Gaji karyawan (2 orang) = Rp 700.000 x 2 =Rp 1.400.000/bulan
2.    Sewa tempat usaha= Rp 12.000.000/12 =Rp 1.000.000/bulan
3.    Listrik sebesar Rp 500.000/bulan
4.    Transportasi sebesar Rp 300.000/bulan
5.    Telepon/pulsa sebesar Rp 200.000/bulan
6.    Tagihan cicilan motor sebesar Rp 500.000/bulan
Total Pengeluaran Rp 3.900.000/bulan
laba bersih atau sisa dana yang dimiliki Ibu Anggraini adalah  omset – total pengeluaran
= Rp 15.600.000 - Rp 3.900.000
= Rp 11.700.000/bulan
           
Jadi berdasarkan penghasilan netto yang diterima oleh bapak yanto dan ibu anggraini sebesar Rp 11.700.000. Menurut pendapat saya, maka dari ketiga pilihan jangka waktu tersebut saya lebih memilih jangka waktu 18 bulan dengan angsuran sebesar Rp 8.333.333/bulan. Dan sisa omset setelah dikurangi angsuran tersebut dapat digunakan untuk keperluan atau kebutuhan lainnya.





Read more ...

Sabtu, 09 Januari 2016

ekpedisi biru

Ekpedisi biru 
Dua tamu mengejutkan kami Sabtu sore, 7 Maret lalu, Dandhy Dwi Laksono dan Ucok Suparta. Mereka adalah videografer dan fotografer yang sedang melakukan perjalanan keliling Indonesia dalam rangka "Ekspedisi Indonesia Biru".
Keduanya datang lebih cepat dari perkiraan kami semula. Menurut informasi awal, mereka akan tiba di rumah kami pada malam hari. Ternyata sekitar pukul 4 sore, mereka sudah nongol di depan rumah kami di Bali.
Mereka tiba dengan sepeda motor masing-masing yang sudah dimodifikasi. Roda bagian depan motor bebek 125 CC itu diberi peredam kejut (shock breaker). Setir dibuat lebih tinggi sehingga mirip sepeda motor sport.
Mereka sengaja memilih sepeda motor bebek yang dimodifikasi bukan sepeda motor sport. “Biar lebih hemat BBM,” kata Dandhy.
Di jok bagian belakang sepeda motor itu, Dandhy dan Ucok membawa semua bekal mereka untuk keliling Indonesia hingga Desember 2015 nanti. Di sana ada aneka peralatan seperti kamera DSLR, kamera underwater, kamera GoPro, drone, dan lain-lain. Saking besarnya tas, mereka harus mengikatnya dengan tali dari bekas ban dalam truk.
Mereka memang sedang menerapkan metode backpack journalism alias jurnalisme ransel. Ucok lebih senang menyebutnya “mengembara ala jurnalis”. Semua peralatan dokumentasi dan perjalanan mereka bawa di ransel. Tak ada kru atau peralatan tambahan. (BACA: Inspirasi perlawanan dari warga Samin lawan industri semen)
Ketimpangan sosial
Sejak 1 Januari 2015 lalu, dua jurnalis itu melaksanakan perjalanan keliling melalui Ekspedisi Indonesia Biru, sebuah kanal dokumenter Indonesia. Arah perjalanan mereka melawan arah jarum jam, dari ibu kota Jakarta ke arah timur menyusuri Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Setelah dua minggu mampir di Lumajang, mereka melanjutkan perjalanan ke Bali dan singgah di rumah kami.
Ekspedisi Indonesia Biru berawal dari kegelisahan Dandhy Laksono, jurnalis video yang juga pendiri agensi dokumenter WatchDoc. Mantan jurnalis video SCTV dan RCTI ini gelisah terhadap masih adanya kemiskinan struktural akibat terbatasnya akses pada tanah, energi, dan modal.

“Konsep biru yang kami maksud adalah sebuah konsep tentang kehidupan sosial yang berkeadilan secara ekonomi, arif dalam budaya, dan lestari bagi lingkungan”

Dandhy juga melihat bahwa model bisnis produksi massal justru melahirkan ketergantungan dan kerentanan di negara kepulauan seperti Indonesia. Di sisi lain, kebijakan publik dan sistem keuangan pun mengukuhkan ketimpangan sosial.
“Ada yang salah dengan sistem ekonomi yang kita anut saat ini,” ujar Dandhy.
Di sisi lain, menurut Dandhy, di negeri ini ada kearifan-kearifan lokal yang tak hanya masih bertahan tapi juga menyelamatkan komunitas-komunitas adat tersebut. Karena itulah Dandhy dan Ucok ingin mendokumentasikan dan mempublikasikan bagaimana konsep ekonomi biru diterapkan di masyarakat Indonesia berbasis kearifan lokal.
“Konsep biru yang kami maksud adalah sebuah konsep tentang kehidupan sosial yang berkeadilan secara ekonomi, arif dalam budaya, dan lestari bagi lingkungan,” kata Dandhy.
“Tidak ada hubungannya dengan konsep ala (Presiden Joko Widodo) Jokowi,” dia melanjutkan.
Larangan menjual beras
Petani Kentang di Tengger, Bromo, Jawa Timur. Foto oleh tim ekspedisi Indonesia biru/Rappler
Petani Kentang di Tengger, Bromo, Jawa Timur. Foto oleh tim ekspedisi Indonesia biru/Rappler
Sejak memulai eksepedisi dari Jakarta awal tahun, keduanya menyambangi komunitas-komunitas yang terpinggirkan oleh pembangunan maupun yang masih kuat memegang nilai lokal.
Mereka telah menempuh ribuan kilometer, duduk berjam-jam di atas sepeda motor keluaran 2003 dan 2005. Mendaki ketinggian pegunungan hingga ribuan meter dari atas permukaan laut. Menerobos banjir. Bahkan sempat pula jatuh di jurang.
“Terus bagaimana rasanya punggungmu?” tanya saya pada Ucok.
“Pungguh sih tidak apa-apa. Justru pantat yang awal-awal terasa kaya habis,” jawab Ucok kemudian tertawa.
“Tapi setelah dua minggu sih tidak terasa sama sekali. Sudah kebal,” dia melanjutkan.
Persinggahan pertama mereka adalah Kampung Baduy Dalam di Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Selama di sini, mereka melihat bagaimana suku asli ini mempraktekkan laku akrab dengan lingkungan. Tak ada penggunaan teknologi atau produk modern lain, bahkan serupa sabun atau shampoo sekalipun.
Mereka harus meninggalkan kameranya, mencatat di kertas-kertas sisa rokok untuk merekam bagaimana laku menghormati lingkungan dipraktekkan. Salah satu nilai lokal itu adalah larangan untuk menjual beras. Warga hanya boleh menukarnya dengan bahan pangan lain.
“Mungkin nenek moyang mereka sudah sadar betapa bahayanya jika urusan pangan sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar,” ujar Dandhy.
Dari Kampung Baduy Dalam, mereka melanjutkan ke “tempat belajar” lain, Kasepuhan Ciptagelar. Secara administratif, kawasan ini berada di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Jaraknya sekitar 28 km dari lokasi wisata Pelabuhan Ratu, di pantai selatan pulau Jawa.
Di tempat dengan ketinggian 1.100 sampai 1.200 meter di atas permukaan laut ini, Dandhy dan Ucok merekam sistem pertanian tradisional yang masih dibungkus aneka mitos dan adat.
Di bawah pimpinan Abah Ugi Sugriana Rakasiwi, 29 tahun, warga Kasepuhan Ciptagelar bisa mewujudkan kedaulatan pangan dan energi. Mereka memiliki 8.000 lumbung dengan stok pangan hingga tiga tahun. Mereka juga membuat pembangkit listrik tenaga mikrohidro untuk mencukupi kebutuhan energi.
Cerita perlawanan
Dandhy Laksono, anggota tim Ekspedisi Indonesia Biru, mewawancarai seorang badui di pedalaman. Foto oleh tim ekspedisi Indonesia biru/Rappler
Dandhy Laksono, anggota tim Ekspedisi Indonesia Biru, mewawancarai seorang badui di pedalaman. Foto oleh tim ekspedisi Indonesia biru/Rappler
Tak hanya tentang kearifan lokal, Ekspedisi Indonesia Biru adalah juga upaya mengumpulkan cerita perlawanan. Karena itu, kedua jurnalis tersebut juga berkunjung ke komunitas Samin di Pati, Jawa Tengah. Di daerah pegunungan Kendeng ini, para petani setempat sedang melawan rencana pembangunan pabrik semen.
Dengan metode live-in, tinggal di rumah-rumah warga, Dandhy dan Ucok mengumpulkan kisah-kisah perlawanan tersebut. Seperti di dua tempat lain sebelumnya, mereka juga mengisahkan tentang kekayaan tak terlihat di Samin, nilai-nilai lokal.
Samin merupakan tokoh perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Nama lahirnya Raden Surowijoyo (1859). Setelah sempat ditangkap dan dibuang, dia berganti nama jadi Ki Samin Surosantiko. Nilai hidup Samin adalah hidup selaras alam. Salah satunya larangan praktik perdagangan karena dianggap sebagai pintu masuknya kecurangan.
“Dalam perdagangan diperbolehkan membeli dengan nilai 10 lalu menjualnya senilai 15. Itu dianggap sebagai praktik tidak benar. Itu kan dahsyat sekali,” kata Dandhy.
Tempat terakhir yang mereka singgahi sebelum ke Bali adalah Suku Tengger di Jawa Timur. Di tempat ini, keduanya merekam bagaimana pariwisata justru pelan-pelan mengubah daya tahan nilai lokal suku asli di sana. Akibat silau terhadap cepatnya pendapatan dari pariwisata, sebagian petani di Tengger kini beralih menjadi buruh pariwisata. Misalnya sebagai pemandu atau pemilik rumah singgah.
Padahal, menurut Dandhy, pendapatan mereka sebagai petani kentang sebenarnya lebih tinggi meskipun perlu waktu lebih lama.
Kini, selama di Bali, mereka akan merekam bagaimana warga di Bali juga menghadapi ancaman pariwisata massal. Selain bertemu dengan para pegiat gerakan Bali Tolak Reklamasi, Dandhy dan Ucok juga intens merekam salah satu sistem pariwisata alternatif di Bali, Jaringan Ekowisata Desa (JED).
Ekowisata, menurut Dandhy, bisa menjadi alternatif dari industri pariwisata massal yang kini justru memicu masalah sosial, lingkungan maupun budaya di Bali.
Garis merah
Taman Nasional Semeru. Foto oleh tim ekspedisi Indonesia biru/Rappler
Taman Nasional Semeru. Foto oleh tim ekspedisi Indonesia biru/Rappler
“Terus, apa garis merah dari perjalanan lebih dari dua bulan ini” tanya saya dalam obrolan sambil sarapan pagi ini.
“Kami melihat bahwa komunitas-komunitas adat di negeri ini sudah memiliki modal dasar untuk hidup berkelanjutan,” kata Dandhy.
Menggunakan nilai-nilai lokal baik dalam ekonomi, sosial, pangan, ataupun lingkungan, komunitas-komunitas adat itu bisa hidup selaras alam. Mereka bisa mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa mengeksploitasi alam. Komunitas adat punya prinsip mengambil secukupnya dari alam.
Namun, kini, modernisasi justru mengancam nilai-nilai lokal tersebut. —Rappler.com
Read more ...
Designed By